♥ welcoome too my blooog ♥

story about me and story about my love

Kamis, 14 Januari 2010

Meniti Jejak Ibu

Seperti saat ini, Ramadan tahun lalu pun aku suka berdiri di jendela rumah nenek ku ini sambil menunggu waktu berbuka. Tentu aku tidak sendiri. Ada Kak novi yang selalu di sampingku. Setelah selesai memasak, dia selalu menawarkan diri untuk menemaniku berdiri di jendela ini. Dan aku tidak pernah keberatan. Kak novi orangnya asyik. Dia sangat pandai berkisah. Mulai dari kisah-kisah teladan yang berlatar belakang agama, kisah-kisah lucu hasil imajinasinya sendiri, juga kisah kehidupan orang lain. Yang penting ada manfaat dari kisah-kisah itu.

Dari sekalian kisah yang pernah dituturkan, perjalanan seorang anak mencari ibu kandungnya-lah yang paling sering diceritakan Kak novi padaku.

“Dengan harapan untuk bertemu ibunya itulah yang membuat dia mau meninggalkan ayahnya, satu-satunya orang yang paling disayanginya.” Kisahnya suatu senja.

“Ayahnya yang semula kukuh tidak mau melepasnya pergi akhirnya luluh melihat keinginannya yang begitu besar untuk bertemu ibunya. Pada seorang teman, ayahnya menitipkannya agar diantar ke tempat yang dituju. Keinginannya cuma satu; bertemu ibunya.

Tetapi ternyata jalannya berliku. Keluarga teman ayahnya yang semula baik tidak mengizinkan dia pergi. Mereka butuh dia, tepatnya, tenaganya. Karena pada saat dia datang, kebetulan pembantu keluarga itu pergi. Jadilah gadis itu tertahan di sana untuk jangka waktu yang tidak pasti.

Karena teman ayahnya memiliki informasi tentang ibunya, ia mencoba bertahan tinggal di sana walau sebenarnya tidak betah. Namun penantiannya seperti sia-sia. Teman ayahnya tidak pernah memberi tahu apapun tentang ibunya. Maka mulailah dia mencari tahu keberadaan ibunya sambil tetap tinggal di situ. Tapi lambat laun, sikap anak lelaki teman ayahnya itu membuat dia harus pergi.
Suatu malam dia bangun untuk Tahajud. Selesai wudhu dia langsung salat. Gadis itu lupa mengunci pintu kamarnya. Selesai salat dia hanya tertegun mendapati seorang laki-laki duduk di dipannya sambil mengepulkan asap rokok. Anak laki-laki teman ayahnya.

Dengan baik-baik dia meminta laki-laki itu untuk keluar, namun permintaannya tidak digubris. Laki-laki itu hanya menyeringai sambil memainkan kunci dan memasukkan ke kantongnya. Laki-laki itu menuntutnya ‘balas jasa’ karena telah ditampung dengan gratis dalam keluarganya. Sang gadis menolak. Lelaki muda me-radang. Dia melompat, menerkam, seakan ingin menelannya mentah-mentah. Gadis itu membela diri. Dia menendang, mencakar dan berteriak. Semua anggota keluarga rumah itu terbangun. Mendobrak pintu dan mendapati kamar yang berantakan dan dia yang acak-acakan.

Tapi tidak ada yang membelanya. Semua menuduhnya jalang. Dia yang merangsang. Dia yang mengundang. Sebuah tuduhan yang sangat menyakitkan. Sakit hati direndahkan membuat dia memutuskan pergi dari rumah itu malam itu juga, walau tidak tahu harus ke mana.
Nasib baik mengikutinya. Keesokan harinya, di terminal bus dia berkenalan dengan seorang aktivis. Dia diajak ke rumah singgah. Di sana dia menetap beberapa waktu sambil terus mencari informasi tentang ibunya. Sampai akhirnya dia menemukan ibunya di sebuah rumah besar sebagai istri seorang pengusaha. Dia tidak pernah bisa memeluknya – seperti impiannya – karena dia tidak mau merusak keluarga bahagia tersebut.

Rasa untuk bisa berdekatan mendorongnya untuk masuk ke dalam rumah itu. Ia bekerja di sana. Menjadi pembantu di rumah ibunya sendiri. Dia tidak pernah menyesali pilihannya tersebut. Itu adalah satu-satunya cara agar dia bisa bersama-sama ibunya. Sehari-hari dia memasak untuk ibunya, mencuci pakaiannya, membersihkan rumahnya. Melihat perempuan itu tersenyum dan tertawa. Dan dia ikut tertawa walau hatinya menangis. ‘’Dia ingat ayahnya yang tinggal sendirian dengan kondisi fisik yang cacat, sakit-sakitan dan hidup pas-pasan.’’ Kak novi berhenti bercerita, memandang kosong ke depan dan menyeka air matanya.

Aku tertegun. Kisah yang mengharukan dan aku ikut terombang-ambing di dalamnya. Yang membuat aku heran, Kak Icha selalu menangis setiap bercerita tentang kisah ini tetapi kenapa dia suka mengulang menceritakannya.
Begitulah sepanjang Ramadan. Kami ngabuburit sambil berkisah di jendela kamarku.

Jauh hari sebelum lebaran, Kak novi pulang kampung. Dia ingin menemui ayahnya yang sakit. Dan ada janji yang harus dia tepatinya pada seseorang, katanya. Entah janji apa. Dia hanya tesenyum saat menyampaikannya. Apapun keadaannya, dia berjanji akan kembali. Kami sangat kehilangan. Kak novi pribadi yang menyenangkan. Dia sudah seperti keluarga kami sendiri. Kami sama-sama merindukannya. Hingga suatu hari aku menemukan catatan harian Kak novi di kamar adikku.

Waktu itu adikku masuk kamar Kak novi untuk sembunyi dari prita , teman bermainnya hari itu. Ketika prita menemukannya, mereka melanjutkan permainan di kamar itu. Mereka saling melempar bantal. Ketika itulah sesuatu melayang dari dalam sarung bantal. Sebuah catatan harian! Adikku memungutnya. Dengan alasan tertarik dia menyimpannya dan ingin membacanya sampai tuntas sebelum Kak novi kembali.

Keingintahuan inilah yang menjadi awal petaka di rumah kami. Ternyata kisah yang selama ini diceritakan padaku adalah kisahnya sendiri. Dia meninggalkan ayahnya untuk mencari ibunya yang telah meninggalkannya sejak kecil. Dan dia telah menemukannya. Ibunya adalah mamaku!

Papa tidak bisa menerima semua ini. Walau mama sudah minta maaf, papa tetap merasa dibodohi oleh kebohongan mama selama ini. Sebelum menikah mama memang mengaku janda. Tapi tanpa anak. Kenapa sekarang muncul Kak novi sebagai anak mama? Papa tetap tidak terima sekalipun mama mengaku terpaksa berbohong karena ingin menutup masa lalunya. Suami pertamanya cacat fisik setelah jatuh dalam sumur ketika memperbaikinya. Mama tidak sanggup hidup miskin dan mengurus suami yang sakit-sakitan.

Sejak itu rumah kami tidak lagi nyaman. Sehari-hari selalu terdengar teriakan papa. Papa jengkel pada mama dan kami ikut kena imbasnya. Kadang papa meradang tak karuan. Menendang ini, menendang itu. Mama sesekali juga balas berteriak. Kami – anak-anak – menjadi penonton yang tidak tahu harus berkomentar apa. Anehnya, walaupun semua keributan ini disebabkan adanya Kak novi dalam keluarga kami, aku tetap merindukannya. Bukankah dia sudah berusaha menyembunyikan identitasnya selama ini. Atau aku rindu padanya karena kami bersaudara. Entahlah.

Tak sampai seminggu sejak kejadian itu, Kak novi sudah kembali. Dia ingin lebaran bersama kami, katanya di telepon. Ketika turun dari ojek, di depan rumah kami, Kak novi langsung melambai pada aku dan mama yang duduk di teras sore itu. Dia tersenyum seperti biasa. Aku gugup dan tidak balas melambai walau sangat ingin. Mama menjadi kaku seperti batu. Aku membayangkan mama akan memeluk Kak Icha dan minta maaf padanya. Waktu aku berpaling menatap mama, yang kudapati justru wajahnya semakin menegang seakan mau pitam.

“Assalaamualaikum, Bu…” Kak novi mengulurkan tangannya. Ketika melihat mama bangkit, aku yakin mama akan memeluknya. Perkiraanku meleset. “Plak!” Mama menampar Kak novi . Gadis itu meringis sambil memegangi pipinya. Aku terkejut hingga spontan menutup mulut.

“Kamu pikir kehadiranmu di sini akan membuat aku bahagia? Tidak novi ! Kamu hanya masa laluku yang sudah kukubur dalam-dalam. Kenapa kamu datang ke sini? Mau menghancurkan keluargaku? Sekarang pergi! Pergi…!”

Mama marah-marah, menyumpah-nyumpah. Kak novi yang semula bingung mulai paham dengan keadaan. Sambil menangis dia memeluk kaki mama, “Ini novi , Bu. Anak ibu! Setelah ini novi akan pergi dari kehidupan ibu. novi hanya ingin ibu datang saat…”
Belum selesai dia berkata-kata, mama menjambaknya. Mendorong tubuhnya ke halaman. Lalu masuk ke dalam dan kembali lagi dengan kardus berisi barang-barang Kak novi . Sambil melemparkan diary Kak novi , mama kembali berteriak, “Pergi dari sini. Ingat! Kamu hanyalah bagian dari masa laluku! Aku tidak ingin kamu datang lagi dan merusak kehidupanku. Kamu… kamu hanya anak seorang laki-laki miskin yang tidak bisa memberiku apa-apa!”

Aku hanya terdiam. Tidak menyangka mama akan berucap seperti itu. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Sebelum pergi, Kak novi meninggalkan sesuatu.


Satu tahun sudah berlalu. Mama dan papa tidak pernah akur lagi walau mereka juga tidak bercerai. Dan aku masih merindukan Kak novi . Senyumnya, perhatian-perhatiannya padaku, juga kisah-kisah yang dulu sering dituturkan. Aku ingin Ramadan kali ini Kak novi ada di sini. Tapi itu jelas tidak mungkin. Aku kembali memperhatikan undangan pernikahan yang ada di tanganku. Undangan ini ditinggalkan Kak novi sewaktu mama mengusirnya. “novi hanya ingin ibu datang pada hari pernikahan novi…” Itu kalimat terakhir yang diucapkannya sebelum dia pergi. Dan mama benar-benar tak pernah datang. Mama benar-benar telah menghapus Kak novi dari hidupnya



SUMBER NOVEL REMAJA FAFORITE KU :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar